Semut tidak terhutang dan tidak suka berhutang. Sebaliknya, semut gemar mendermakan apa yang dimiliki kepada siapa saja yang membutuhkan makanan. Fenomena ajaib ini dilatarbelakangi adanya satu organ istimewa pada semut. Yakni sebuah kantong ajaib yang terdapat di pintu masuk perut semut. Mungkin kita bisa menyebutnya dengan ‘dompet sosial’. Keberadaan kantong ini menjelaskan aspek psikologi dan akhlak dalam kehidupan semut. Kantong ini bukan lambung semut. Sebab, kantong ini tidak mengandung kelenjar-kelenjar pencernaan, tapi hanya berfungsi untuk menyimpan makanan yang ditumpuk di dalamnya dalam wujud cairan manis supaya tidak membusuk. Karenanya, kita juga bisa menyebut kantong ini dengan ‘teko gula’ atau ‘kaca kulit’.
Kantong ini benar-benar terpisah dari lambung semut dengan cara yang mengundang kekaguman hebat. Makanan dari lambung tidak sampai ke kantong ini kecuali setelah lewat beberapa hari, yakni ketika makanan telah selesai dicerna dan semut tidak membutuhkannya lagi untuk menghilangkan laparnya. Sedangkan yang tersisa, ia simpan dalam kantong ini. Yang menakjubkan, ternyata kantong ini bisa melar dengan cara yang mencengangkan dan mengambil 4/5 luas lambung, serta mendesak seluruh organ yang ain ke samping. Pun kantong ini juga dapat memanjang hingga besarnya bisa mencapai 8 atau 10 kali besar lambung. Apabila ada dongeng bahwa semut tidak berhutang, ini seratus persen benar. Alasannya, semut suka menyimpan makanan yang ia butuhkan untuk kemudian hari.
Solidaritas Sosial dalam Kehidupan Semut
Pakar semut, Maurice Maeterlinck, mengatakan, “Penelitian dan pengamatan telah menunjukkan bahwa tak dapat disangkal semut merupakan makhluk di dunia ini yang paling cerdik, paling dermawan, paling berani, paling tulus dan paling suka mementingkan orang lain. Ia bisa memberikan semua yang dimiliki tanpa perlu merenung atau berpikir panjang. Selain itu, ia juga tak pernah menuntut kesetiaan (baca: balas budi). Semut tidak merasa memiliki sesuatu, bahkan tidak pula isi dalam tubuhnya. “Dompet sosial” yang menempel pada tubuhnya pun sejatinya untuk tabungan berbuat baik. Ia sudah cukup merasa sangat bahagia bila mampu memberi setiap yang membutuhkan makanan dari kantong ini.”
Sudah banyak penelitian dilangsungkan pada perilaku semut terkait “dompet sosial” ini dan bagaimana semut berinteraksi dengan yang/ lain melalui kantong ini. Para ilmuwan sampai pada satu hasil yang mencengangkan akal dan memunculkan kekaguman serta ketakjuban pada makhluk kecil ini yang banyak kita jumpai di sekeliling kita, bertempat tinggal di rumah kita dan mengerubungi kita saat senggang. Pagi dan sore makhluk ini berseliweran di hadapan kita seolah-olah ingin mengarahkan perhatian kita pada sebagian keindahan kreasi Allah, ketelitian-Nya, tanda kemahiran-Nya dalam menciptakan serta bukti keagungan-Nya. Juga pada sebagian akhlak yang disandangnya dan perilaku yang Allah tetapkan padanya, di mana manusia pun tidak sanggup melestarikannya, bahkan juga tidak bisa menyerukannya.
Telah diungkap, semut-semut dalam satu sarang, semuanya makan dari ruang penyimpanan dan dengan jumlah makanan yang selalu disediakan di hadapan penghuni sarang. Tak ada kekhawatiran seekor semut kelaparan, sedang lainnya kekenyangan. Dalam hal makan, semua penghuni sarang mendapat perlakuan sama. Adapun “dompet sosial” tempat semut menyimpan makanan, itu dipersiapkan untuk memberi makanan semut yang bukan penduduk sarangnya, baik dari satu koloni maupun tidak, yang jauh maupun dekat, yang telah dikenal maupun yang masih asing. Bahkan, akhlak baik dan keindahan perilaku semut sampai mendorongnya mendermakan makanan dari “dompet sosialnya” pada semut musuh atau semut yang menyerang.
Ketika semut mendapati semut lain yang datang untuk menyerang, pertama-tama ia mengendus lambung semut ini. Jika penyerang ini kenyang, perang bisa dimulai. Dan, bila tidak, ia memberikan makanan dari kantongnya agar semut penyerang itu makan hingga kenyang dan semut ini yakin musuhnya benar-benar sudah kenyang. Lantas ia baru bertarung dengannya. Tujuannya, agar ia dan musuhnya dalam kondisi sama, sehingga makanan tidak menjadi alasan hasil akhir peperangan. Yakni yang menang karena kenyang, sedang yang kalah lantaran lapar. Sebab, makanan adalah rezeki Allah yang Dia anugerahkan dan tetapkan untuk makhluk-Nya, sehingga tidak boleh dijadikan alasan untuk melakukan tekanan atau peperangan. Selain itu, bila semut mampu membunuh musuhnya, ia yakin musuh tersebut mati dalam kondisi kenyang dan tidak sedang membutuhkan makan. Atau, bila ia tidak sanggup mengalahkannya dan lari, maka ia dapat menyelamatkan diri.
Di antara kesimpulan yang dicapai penelitian ilmiah dalam masalah ini, bahwa semut tidak pernah menanyai semut lain yang ia temui, baik kawan atau lawan, apakah ia kenyang atau lapar. Pasalnya, bisa jadi pertanyaan ini membuatnya merasa tidak enak. Dan, boleh jadi semut itu malu, sehingga tidak mau mengungkapkan kondisi sebenarnya. Oleh sebab itu, semut berinisiatif mendeteksi lambung kawannya atau musuhnya untuk mengetahui kenyang atau tingkat laparnya. Ini dilakukan dengan sungut, sehingga semut dapat merasa, mencium, melihat, dan memastikan dengan yakin keadaan semut yang ada di depannya.
Saat seekor semut memberi makan kepada semut lain dari “dompet sosialnya”, ia diletakkan di tempat diagnosa ilmiah dan uji laboratorium. Maka, didapati semut ini berada dalam level kebahagiaan dan kegembiraan paling tinggi yang tidak bisa dicapai makhluk lain dalam berinteraksi dengan sesamanya. Ilmuwan Auguste Forel mengatakan, “Ketika semut mengeluarkan makanan dari kantongnya untuk semut lain, nampak perasaan suka cita pada dirinya dan ia merasakan kenikmatan lebih besar dibanding yang dirasakan semut penerima.”
Semut sealu kalo pas djalan pasti akan menyapa teman semut yg lainnya.. heehee.. Nice *.*
BalasHapus